Ini ada cerita sejarah lubuk emas yang pernah dipublikasikan oleh tim penulis Laskar Daon Simpor lewat buku yang berjudul “Sekabau Meniju Zaman”. Cerita ini dulunya terkenal sekali di daerah kuala pangkalan Keramat. Zaman dahulu, ada dua orang lelaki, kedua lelaki tersebut ialah seorang ayah dan seorang anak. Pergilah dua beranak itu ke sungai, dia pergi mancing, mancing ikkan. Di sungai tempat dia mancing itu banyak ikannya. Bentuk sungainya pun berbentuk lubuk. Itulah makanya tadi disebut lubuk emas. Lama-kelamaan pancing si ayah yang sudah dimasukkannye ke sungai itu dimakan ikan. Begitu si ayah mau menarik pancingnya ada dua ekor binatang yang bunyi. Rupanya binatang itu katak dengan burung jeruik. Katak yang berbunyi kedengaran oleh anaknya. Bunyi katak itu macam bunyi takarat takarat takarat, begitulah bunyinya. Begitu dengar suara itu, langsung ngomong anaknya ke ayahnya.
“Yah Yah kate katak karat karat.”
“Eh daan” kata ayahnya.
Rupanya Ayahnya dengar suara burung jeruiknya, jeruik itu tarik tarik tarik.
Lalulah si ayah menarik pancing.
Rupanya yang makan umpan pancing ayahnya itu bukan ikan. Rupanye pancing terkait ke rantai emas, di bawahnya ada bergantung peti emas. Semangat sekali ayahnya menarik pancing itu, karena sudah melihat rantai emas yang sangat panjang naik ke atas.
Burung dengan katak masih saja bersautan, begitu juga si ayah dengan anaknya itu masing-masing dangan pendapatnya. Si ayah masih saja dangan keinginannya ingin menarik tali pancing, yang anaknya pun tetap juga nyuruh ayahnya memotong rantai emas yang ditarik oleh ayahnya tadi. Si ayah itu masih saja menarik rantai emas, lalu digulungkannya ke tangannya, setelah itu dimasukkannya semuanya rantai ke dalam perahu, makin beratlah muatan perahu itu. Pas peti emas yang ditarik ayahnya nampak di atas sungai ya, itu sudah nampak, sedikit lagi hampir kena perahu, lalulah perahunya itu tidak bisa menampung emas yang beratnya melebihi kemampuan perahu itu, yang ditungganginya tadi perahu itu. Gara-gara si ayah yang keras kepala masih menarik tali pancing, tidak sekali dengarkan omongan anaknya malah dengarkan burung jeruik hanya, lalulah rantai emas yang sebenarnya jadi rezeki berubah jadi petaka. Tenggelamlah si ayah ke dalam sungai. Si ayah itu tenggelam di dalam sungai. Tinggal lagi anaknya dengan perahu yang kecil yang masih selamat tidak tertarik oleh rantai emas. Bukan lagi cara nyaring anaknya menangis, ingin menolong pun tidak bisa. Cepat-cepat dia mengayuh perahunya ingin pulang ke rumah. Begitulah dia waktu itu. Begitu datang ke rumah langsung diceritekannya kejadian yang dialaminya tadi. Ceritalah dia ke ibunye sambil menangis.
“Mak tadek agek ngail ayah dapat ammas yang macam nak rantai, ade attong ammasnye juak. Ayah narik ammas iye, tapi daan di potongnye. Jadi karne daan ayah karrat mangkenye ayah kanak tarik leh rantai iye.”
Dia menceritakannya dengan nada-nada yang cemaslah pokoknya. Begitulah cerita lubuk emas tadi. Disebutnya lubuk emas tadi. Jadi kita ini pasti dapat mudarat dari sifat rakus. Yang dapat kita ambil hikmahnya dari cerita tadi itu. Ayahnya yang tadi tidak mau memotong rantai karena ingin dapat lebih banyak emas jadi dapat musibah.
Cerita lubuk emas ini terkenal di sekitar kuala pangkalan keramat, terkenal sekali. Daerah lubuk emas ini ada di sungai asli yang mau ke semparung sayong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar