Kualitas guru di Kalbar Masih Rendah
Pendidikan di Kalimantan Barat saat ini menjadi perhatian khusus untuk segera dibenahi. Keberadaan peran dan fungsi guru satu diantara beberapa faktor yang sangat signifikan terkait peningkatan kualitas pendidikan. Guru atau pendidik dalam pasal 1 Ayat 6 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional yang berbunyi bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya pada pasal 39 ayat 2, dinyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakaukan pembimbingan dan pelatihan serta meakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Mengacu dari undang-undang diatas sudah jelas bahwa guru dituntut harus profesional dalam kata lain guru harus berkualitas.
Khusus di Kalbar kulitas guru masih rendah hal tersebut dapat dilihat dari minimnya prestasi dan prodak yang dihasikan oleh sekolah-sekolah saat ini. Dalam penilaian UJI Kompetensi Guru (UKG) nilai rata-rata guru di Kalbar masih rendah yakni dibawah niai 5.
Kepala dinas pendidikan kalimantan barat Alexius Akim membenarkan bahwa kualitas guru diKalbar bisa dilihat dari hasil nilai UKG, menurutnya UKG yang dilaksanakan sudah 3 tahun berturut-turut namun masih belum sampai dengan hasil yang diharapkan, “Kita melihat dari UKG, sudah 3 Kali UKG dilksanakan UKG 1 2012/2013 nilai 3,4 rata-rata guru di Kalbar, tahun berikutnya 4,2, tahun kemarin masih belum nyampai 5, sedangkan murid ditutuntut untuk naik kelas dengan nilai rata-rata 6, ini kan nggak betul, dari mana formulanya” ujarnya.
Hasil UKG di Kalbar yang redah cukup beralasan ternyata dari jumlah guru yang tersedia, tingkat kualififasi guru dari pendidikan guru sekitar 75 %, artinya guru yang disyaratkat oleh aturan pusat bahwa guru minimal berpendidikan S1 masih belum memenuhi. “Masih ada 25 % yang belum lulus S1. Sementara UU tahun 2015 merupakan batas terakhir semua guru harus minimal perpendidikan S1. Jika tidak maka mereka tidak akan bisa menerima tunjangan sertifikasi, karena mereka tidak bisa di sertifikasi, mereka bukan komponen guru-guru profesinal, syarat guru profesional adalah S1 dan harus mengajar 24 jam” tambah Alexius Akim.
Indeks prestasi keluaran dari perguruan tinggi minimal dengan nilai Indek Prestasi Komulitif 3.0 keatas, sebenarnya syarat untuk menjadi guru sudah mempuni, namun yang menjadi masalah saat ini guru juga terlalu banyak disibukan oleh kebijakan-kebijakan seperti kepala sekolah harus mempertanggung jawabkan dana BOS, harus memepertangung jawabkan swakelola, gedung, perpus, ruang penunjang lainnya, mengunakan uang daru kementrian menggunakan dana konsentrasi, itu semua mengganggu tugas guru, “guru ya tugasnya harus mengajar” tegas Kepalaa Dinas Pensisikan Kalbar.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut pengamat pendidikan sekaligus akademisi Kalbar Samion mengatakan sekarang memang Kalbar dihadapkan dengan kualitas guru yang masih rendah namun hal yang paling mendasar adalah permasalahan pada jumlah guru yang ada. Saat ini menurutnya pendistribusian penyebaran guru diseluruh jenjang pendidikan di Kalbar masih belum sesuai, “Apalah artinya kualitas kalau seandanya seharusnya guru di SD diperlukan 6 orang namun guru yang ada hanya 3. Bagaimana kita mau menuntut kualitas, ujarnya.
Untuk berbicara kualitas menurutnya pemerintah harus memperhatikan secara serius dari kesejahteraan guru dan tahap perekrutan. Memang saat ini telah dilahirkannya undang-undang guru tentang menyangkut kesejahteraan guru yang mana guru dituntut untuk mengajar dengan serius tanpa dibebani dengan hal lain namun ternyata masih tidak efektif. Sertfikasi guru merupakan upaya dalam menyejahterakan dari segi gaji yang diberikan, tetapi nyatanya pembayaarannya ada 3 bulan, 6 bulan bahkan kurang 1 bulan. “Kita harapannya kalau pemerintah berniat untuk menejahterakan guru maka gaji harus melekat pembayaran gaji tiap bulan, jdi guru bisa merinci dan merencakana sedemikian rupa, Guru kita sudah membudaya ke SK ke Bank. Kalau budayanya ke Bank nah maka akan berpengaruh.” Tegasnya
Dalam tahap perekrutan guru berkualitas yang diharapkan samion masih akan terkendala oleh berbagai kebijakan dan sistem yang dilakukan pemerintah. Mulai dari permasalahan sertifikasi yang kurang sistematis, pegangkatan tidak gampang, kebijakan yang cendrung loncat-loncat, mulai adanya Pelatihan Profesi Guru (PPG), Sarjana Mendidik Terdepan, terlua, Tertinggal (SM3T). “Sehingga anak yang rangking disekolah dan memiliki niat-niat sudah bagus tidak sejalan. Akhirnya direkruitment kita tidak betul-betul menyeleksi anak-anak dari segi rangkingnya, karena LPTK balum jadi gandrungan”, ujarnya.
Disisi lain Markus Amit ketua komisi V DPRD Provinsi Kalbar menjelaskan terkait permasalahan kualitas yang ada saat ini kuncinya adalah kualitas harus diintegritaskan dengan jumlah guru. Sehebat apapun seoarang guru kalau di sebuah sekolah hanya seorang yang mengajar maka akan sangat susah. Pihaknya sampai saat ini selalu menginstruksikan ke pemerintah pusat maupun daerah agar jumlah guru di Kalbar harus terpenuhi yangmana akan berdampak pada kualitas,”kami selalu menginstruksikan kepada pemerintah terhadap permasalah kekurangan guru,” tegas Markus.
Pemerintah Masih Belum Maksimal
Rendahnya nilai rata-rata UKG guru di Kalbar merupakan satu diantara penilaian bahwa kualitas guru juga rendah. Sampai sejauh ini beberapa kebijakan dan kegiatan tak luput dari tugas dinas pendidikan provinsi Kalbar. Menurut kepala dinas pendidikan Kalbar pihaknya telah banyak memprogramkan untuk peningkatan mutu guru, seperti menyelenggrakan pelatihan, bimingan teknis, workshop, penambahan kapasitas guru pada mata pelajaran bidang tertentu dan termasuk peningkatan 4 ketrampilan yang harus guru miliki seperti kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepibadian, “Tiap tahun kita selalu menyelenggarakan pelatihan untuk peningkatan mutu guru,” ungkapnya.
Untuk pelatihan yang biasanya dilaksanakan, saat ini sifatnya masih Training of Trainer (TOT) dengan kata lain dinas terkait melatih guru-guru yang ada di kabupaten/kota yang dianggap mampu, selama tiga hari dilatih ketika guru tersebut pulang maka guru yang bersangkutan akan dijadikan pelatih di daerah kabupaten/kotanya masing-masing.
Sampai saat ini menurut Alexius Akim pihaknya melakukan pelatihan tersebut hampir setiap saat. Dia mengatakan bahwa beberapa tahun terakhir pihaknya juga bekerja sama dengan berbagai instansi dan lembaga lain seperti bekerjasanma dengan Surya Instituti selama 4 tahun, yang mana satu angkatan menggunakan dana sekitar Rp 2,5 – 2,7 Miliar, selain itu dinas pendidikan juga pernah bekerjasama dengan Korea untuk meningkatkan bidang IT selama 1 tahun, bekerjasama dengan British Council (BC) untuk meningkatkan berbahasa Inggris, yang sekarang lagi direncanakan akan bekerjasama dengan pusat Bahasa Mandarin. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) juga melaksanakan peningkatan mutu guru dengan jumlah yang cukup lumayan, namun karena beberapa pelatihan yang dilaksanakan untuk guru sifatnya hanya perwakilan, maka Alexius Akim mengharapkan agar pemerintah daerah kabupaten/kota supaya bekerjasama dengan guru yang telah dijadikan pelatih. “Apa yang dikerjakan pemerintah provinsi namun pemerintah kabupaten dan kota harus melakukan hal yang sama. saya yakin belum semua guru yang mendapatkan itu” tegasnya.
Namun dia juga tidak bisa menyalahkan pemerintah daerah yang tidak melakukan yang telah dilakukannya di provinsi. Penghasilan dan APBD setiap kabupaten dan kota itu berbeda-beda , ada yang APBD nya kecil menurutnya tidak mungkin untuk melakukan hal demikian. Dari tunjangan yang guru peroleh harapan alexius Akin supaya guru di Kalbar keprofesionalnya dapat meningkat maka guru harus menyisihkan uangnya untuk membeli buku paling tidak 5 buku dalam 1 tahun.
Dari berbagai yang telah dipaparkan ketua dinas pendidikan Kalbar ternyata mendapat pandangan yang berbeda dari Markus Amit Ketua Komisi V DPRD Provinsi Kalbar yang membahas kebijakan bidang pendidikan. Dari hasil UKG yang rendah menurtnya berarti ada indikasi kurangnya pelatihan untuk guru. Saat ini kegiatan-kegiatan semacam penataran, pelatihan, workshop masih kurang, ”Apakah pemerintah tidak menyiapkan untuk guru atau apakah guru yang tidak memanfaatkan itu, harus ada pelatihan-pelatihan untuk mengenjot itu” tegasnya.
Selaku dewan Markus mengatakan bahwa pemerintah selalu memepersoalkan ke anggaran dan selama ini dia juga tidak tahu kegiatan-kegiatan pelatihan untuk setiap guru, sejauh mana yang telah dilakukan, berapa kali dalam dalam setahun, dan apa saja kegiatan dalam pelatihan untuk guru tersebut.
Dia menambahkan rendahnya kualitas guru mungkin disebabkan guru saat ini sibuk memikirkan ekonomi sehingga mengenyampingkan kualitas seperti belajar sebelum mengajar, menurutnya hampir tidak ada guru yang belajar karena tidak ada waktu untuk belajar. Oleh karena itu pemerintah harus megera melakukan penekanan-penekan untuk mengisi kompetensi guru, misalkan dengan mengadakan kegiatan perlombaan antar guru kemudian yang berprestasi diberi penghargaan. Tujuan dari penekanan-penekan guru tersebut supaya guru mempunyai kemauan dan teransang untuk menambah wawasan, kemudian dengan menerapkan kedisiplinan dan peraturan sehingga guru secara langsung akan mengikuti aturan tersebut, “Pemerintah harus melakukan penekanan-penekanan untuk mengisi diri guru” uajrnya.
Dalam hal ini program khusus dari DPRD memang tidak ada, tetapi DPRD terus menyuarakan, meniunstruksikan dan menekan pemerintah baik daerah maupun pusat untuk melihat kebutuhan yang mendesak. Dia menegaskan bahwa selalu menyampaikan hal tersebut baik dirapat fraksi maupun rapat komisi kepada dinas terkait yang mengurus masalah guru dan masalah pendidikan seperti mengenjot kualitas guru, mengurus guru, mengurus murid, mengurus pendidikan dengan baik. .
“Dibagian eksekusi di dinas pendidikan, kita suarakan supaya dinas pendidikan ini betul-betul ekstra, ada permasalahan di lapangan kita langsung teror di dinas pendidikan supaya segera diatasi dan ditingkatkan, kalau tidak maka akan bahaya untuk kelanjutan SDM kita”, Ujar Markus Amit yang merupakan anggota DPRD dapil Kabupaten Landak.
Peran LPTK Dalam Menciptakan Guru Yang Berkualitas
Rendahnya kualitas guru di Kalbar ternyata membuat pemerintah dan beberapa Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) juga harus proaktif untuk segera menyelesaikan satu diatara penyebab permasalahan rendahnya kualitas yang berdampak pada pendidikan di Kalbar. LPTK saat ini sangat besar berpengaruh terhadap kualitas guru di Kalbar. Berbagai kebijakan dan sistem yang digunakan di LPTK tersebut dapat menjadikan guru berkualitas atau bahkan sebaliknya. LPTK harus berupaya sebisa mungkin untuk membekali mahasiswa dengan kompetensi yang dibutuhkan mereka ketika menjadi guru.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat, mengatakan beberapa LPTK di Kalbar sudah cukup memadai dalam menciptakan guru yang berkualitas, kurikulum yang digunakan juga tidak berbeda dengan beberap LPTK yang ada di provinsi lain, namun yang bermasalah hanyalah budaya yang kurang baik. Budaya yang dimaksudkan adalah malas melakukan penulisan ilmiah, tidak disiplin dan sulit berkomunikasi. Oleh karena itu sudah sepatutnya LPTK membudayakan calon guru itu malu jika tidak menulis, guru malu jika datang terlambat dan guru harus mampu berkomunikasi. “LPTK di Kalbar tidak jauh beda dengan provinsi lain, kurikulum kan sama yang jadi masalah budaya kita ini” ujar Alexius Akim saat diwawancara.
Perlu diketahui memang saat ini sudah banyak program yang dilakukan oleh LPTK untuk meningkatkan kualitas calon guru. Beberapa diantaranya ialah sistem tahap penyeleksian mahasiswa yang dilakukan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura (FKIP Untan) dan Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Pontaianak (IKIP PGRI Pontianak). Penyeleksian mahasiswa juga sangat menentukan apakah mahasisa tersebut nantinya layak untuk menjadi guru atau tidak. Dekan FKIP Untan mengungkapkan bahwa memang sulit untuk mengetahui niat mahasiswa kuliah di LPTK, karena bisa saja faktor dari paggilan jiwa atau karena faktor tertentu seperti gaji guru yang saat ini menjanjikan, namun pihaknya sudah berupaya dengan selektif dalam penyaringan calon mahasisa tersebut. Khusus di FKIP Untan penyeleksian dilaksanakan tiga tahap, yang pertama tahap Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negri (SNPTN) pada tahap ini siswa yang unggul di sekolah mempunyai kesempatan untuk lulus di perguruan tinggi sesuai keinginannya dengan peyeleksian nilai raport di sekolah, yang kedua tahap Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SBMPTN) tahap ini merupakan penyeleksiannya dengan skala nasional, tahap yang terakhir adalah tahap Mandiri atau yang dikenal dengan kelas non reguler. Untuk tahap pertama dan ke dua proses penyeleksiannya dengan ujian materi tertulis seperti tes Umum dan sesuai bidang pelajaran yang diampunya serta tes keahlian untuk beberapa program studi.
“untuk di FKIP ini, penyeleksian calon mahasiswa sudah sangat ketat dan baik, kita mengikuti aturan perguruan tinggi pusat” ujar Martono selaku dekan FKIP Untan.
Menurutnya FKIP Untan dalam menciptakan duru sudah sangat baik. Kurikulum yang digunakan sama dengan kurikulum nasional, untuk sarana dan prasarana penunjang pembelajaran, terdapat laboratorium, terdapat perustakaan, WIFI, tenaga pengajar yang cukup berkompeten dan sebagainya. “ Untuk FKIP sendiri 50% dosennya sudah menyandang gelar Doktor, jadi tenaga pengajar sudah tidak diragukan,” ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh rektor IKIP PGRI Pontianak, pada saat penyeleksian mereka juga menggunakan tahap ujian materi tertulis, wawancara dan ujian keahlian untuk program studi bahasa inggris, Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta pendidikan Jasmani dan olahraga. Dengan beberapa tahap yang telah dilakukan harapannya mahasiswa yang masuk di LPTK dapat berpengaruh terhadap kualitas guru. “kita ada tes Materi, Tes wawancara yang difokuskan kepada kepribadian, berat badan, tinggi badan, cara berpakaian, cara berbicara, dan tes keterampilan. Jadi yang kita rekrut dapat diketahui dari pengetahuan dasarnya” imbuh Samion.
Program yang digunakan guna memperbaiki kualitas guru, IKIP PGRI saat ini fokus pada pembekalan 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yakni kompetensi kepribadian yang pada penerapanya ialah seorang guru harus memiliki keppribadian yang utuh berintegritas tinggi, teladan, komitmen, disiplin, kesiapan mengajar. Menurut samion, IKIP PGRI merekrut mahasiswa berasal dari daerah-daerah yang berkeinginan untuk mengabdi menjadi guru dan memiliki keribadian yang memungkinkan, karena yang kekurangan guru di Kalbar saat ini ialah di daerah-daerah pedalaman. Selama proses perkuliah berjalan maka kulitas dan inetelektual mahasisa tersebut akan diasah. Kompetensi yang kedua adalah kompetensi pedagogik yang mana dalam penerapannya pihaknya selalu memfasilitasi mahasiswa bagaimana cara meningkatkan kemampuann menagjar, teori magajar, cara mengajar yang baik dan bagaimana cara mengelola kelas. Kemudian kompetensi profesianl dan sosial adalah bagaiman mahasiswa yang aan menjadi guru harus bisa menjadi panutan dan teladan di masyarakat nantinya. “Kami disini IKIP memang punya ciri khas bahwa IKIP ada proses, kita mengarahkan calon-calon guru untuk diteladani, guru-guru disiplin, pakaianya tidak boleh baju kaos dan blue jeans serta saya yakin kalau lulusan LPTK ke empat kompetensi sudah di arahkan”. Tegasnya
Dalam meningkatkan mutu guru di Kalbar, beberapa LPTK juga ikut andil bekerjasama dengan pemerintah. Kegiatan yang diselenggarakan berupa pelatihan, workshop, seminar, dan bimbingan teknis yang ditujukan kepada para guru. Pemateri atau narasumber yang ditugaskan ialah dari beberapa dosen di LPTK.
Dari beberapa usaha dan sistem yang dilakuakan LPTK di Kalbar namun tidak serta merta pada hasil yang diharapakan. Nyatanya saat ini kualitas guru masih jauh dari standar. Terkait wacana beberapa pengamat pendidikan yang merencakan calon guru harus diasramakan juga mendapat apresiasi dari rektor IKIP. Konsep calon guru diasramakan merupakan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) namun menurutnya jika diterapkan di jenjang Strata 1 (S1) akan lebih sempurna pasalnya calon guru harus punya keahlian dalam subject matter, calon guru akan dipersiapkan akhlak, agama, ibadahnya, kepribadian dan kegiatan-kegiatan yang positif. Dalam hal ini Rektor IKIP PGRI sekaligus ketua PGRI tidak bisa berbuat banyak karena LPTK yang mereka kelola merupakan LPTK swasta yangmana alokasi anggaran harus digunakan untuk keperluan yang lainnya. “Menurut pola yg sudah berjalan mungkin mahasiswa semester 1 atau setahun pertama itu yang wajib, saya sangat memimpikan itu, namun karena kami swasta terus terang ibaratnya dana kita ini dibagi-bagi, beda dengan negeri tinggal buat proposal. Saya sangat punya mengharapkan di lembaga ini harus ada asrama,” tegasnya.
Sumber: Mimbar Untan/ Majalah Edisi VIII